Monday, April 5, 2010

Makalah Sosiologi Budaya

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Kesenian daerah merupakan salah satu unsur dari budaya bangsa, sehingga kesenian daerah ini juga harus dipertahankan keberadaannya, karena ini adalah buah atau hasil budi daya nenek moyang yang membawa nilai-nilai kehidupan masyarakat daerah setempat. Seperti halnya dengan salah satu budaya bangsa Indonesia, Reog Ponorogo yang merupakan karya para seniman dalam maksud memberikan rasa indah kepada para penghayatnya dan bagi para seniman itu sendiri serta mempunyai nilai, yaitu sesuatu yang baik yang selalu diinginkan, dicita-citakan dan dianggap penting oleh seluruh manusia sebagai anggota masyarakat. Nilai tersebut meliputi nilai kebenaran, nilai moral atau etis, nilai religius (nilai agama).

Dalam penyampaian suatu seni tari, maka para penonton akan mendapatkan sebuah kesan sehingga penonton akan mengamati untuk mencari apa yang membuat seni tari tersebut mampu menarik perhatian. Demikian juga dengan seni tradisional reog ponorogo yang mampu memberikan pengaruh terhadap kehidupan masyarakat Ponorogo dan sekitarnya, terutama dalam kehidupan bermasyarakat.

B. PERMASALAHAN

Dari uraian tersebut di atas, maka timbulah sebuah permasalah, yaitu apakah perubahan nilai yang terkandung dalam seni tradisional reog ponorogo bagi masyarakat Kabupaten Ponorogo ?





BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. SOSIOLOGI SENI

Sosiologi seni sebagai lembaga social dan seni, di satu sisi dapat dipandang sebagai salah satu bidang kajian dan atau pendidikan seni, dan pada sisi lain dapat dipandang sebagai salah satu pendekatan untuk mengkaji, menganalisis, dan meneliti karya seni dalam hubungannya dengan masyarakat (seni). Masyarakat sebagai penikmat, pemerhati, pengkaji, peneliti, pendidik (konsumen), dan pengelola seni – terdiri dari komponen-komponen yang menjadi pilar terjadinya proses penciptaan seni. Komponen sebagai pilar yang dimaksud adalah:

1. Pencipta Seni,

2. Penyaji Seni,

3. Pelaku Seni,

4. Pekerja Seni,

5. Pemerhati Seni,

6. Lembaga Seni (Gallery, Sanggar, Maecenas),

7. Alam yang dijadikan objek atau acuan, dan Karya Seni itu sendiri.

Tujuan sosiologi seni adalah memberikan pemahaman tentang berbagai paradigma sosiologis dalam menganalisis seni baik sebagai produk estetis, objek kajian, maupun sebagai bahan kegiatan proses belajar mengajar. Sosiologi seni sebagai lembaga sosial mempermasalahkan ada tidaknya keterkaitan, interaksi, atau saling pengaruh antara seni dengan bidang-bidang non seni, seperti social, politik, ekonomi, hukum, agama, budaya, dan cabang seni lainnya.

Ruang Lingkup Sosiologi Seni

ü Sosiologi

ü Seni: Batasan seni, Fungsi Seni (ritual, hiburan, Pendidikan)

ü Sosiologi Seni sebagai lembaga social : interaksi dengan bidang non-seni

ü Sosiologi Seni sebagai bidang kajian seni dalam hubungannya dengan masyarakat.

B. KESENIAN

Kata “seni” adalah berasal dari kata “SANI” yang kurang lebih artinya “Jiwa Yang Luhur/ Ketulusan jiwa”. Mungkin saya memaknainya dengan keberangkatan orang/ seniaman saat akan membuat karya seni, namun menurut kajian ilimu di eropa mengatakan “ART” (artivisial) yang artinya kurang lebih adalah barang/ atau karya dari sebuah kegiatan.

Seni adalah unsur budaya yang penting yang memberi nilai keindahan, keselarasan, dan keseimbangan (Claire Holt dalam karyanya yang berjudul “Art in Indonesia”).

Seni atau kesenian merupakan karya para seniman dalam maksud memberikan rasa indah kepada para penghayatnya dan bagi para seniman itu sendiri. Jika melihat batasan seni atau kesenian menurut Herbert Read diturunkan pembagiannya sebagai berikut :

1. Seni visual, seni yang hanya dapat ditangkap oleh mata (khas) yaitu seni lukis.

2. Seni plastis, seni jenis ini mestinya dapat digolongkan juga seni visual seperti halnya seni gerak dan seni patung, juga arsitektur serta pahat.

3. Seni musik, hasil kesatuan dari susunan (komposisi) lagu dan karya musik dalam ekspresi bunyi. Contoh : musik instrument, vocal serta koor.

4. Sastra, tertulis berupa sajak, cerpen, novel dan lain-lain.

5. Seni gerak yaitu seni tari, sandra tari, pantomim

Fungsi seni atau kesenian artinya hasil pengamatan orang terhadap apa yang dapat diberikan oleh karya, kesenian bagi kehidupan manusia mempunyai dua fungsi :

1. Fungsi primer, memberikan rasa keindahan, sebagai seniman mengejar hal ini sebagai keutamaan berkarya.

2. Fungsi sekunder, memberi tunjangan atau bantuan untuk memberi warna indah dari karya-karya yang non seni, yaitu karya sosial ekonomi maupun politik.

C. REOG PONOROGO

Pada dasarnya ada lima versi cerita populer yang berkembang di masyarakat tentang asal-usul Reog dan Warok , namun salah satu cerita yang paling terkenal adalah cerita tentang pemberontakan Ki Ageng Kutu, seorang abdi kerajaan pada masa Bhre Kertabhumi, Raja Majapahit terakhir yang berkuasa pada abad ke-15. Ki Ageng Kutu murka akan pengaruh kuat dari pihak rekan Cina rajanya dalam pemerintahan dan prilaku raja yang korup, ia pun melihat bahwa kekuasaan Kerajaan Majapahit akan berakhir. Ia lalu meninggalkan sang raja dan mendirikan perguruan dimana ia mengajar anak-anak muda seni bela diri, ilmu kekebalan diri, dan ilmu kesempurnaan dengan harapan bahwa anak-anak muda ini akan menjadi bibit dari kebangkitan lagi kerajaan Majapahit kelak. Sadar bahwa pasukannya terlalu kecil untuk melawan pasukan kerajaan maka pesan politis Ki Ageng Kutu disampaikan melalui pertunjukan seni Reog, yang merupakan "sindiran" kepada Raja Bra Kertabumi dan kerajaannya. Pagelaran Reog menjadi cara Ki Ageng Kutu membangun perlawanan masyarakat lokal menggunakan kepopuleran Reog.

Dalam pertunjukan Reog ditampilkan topeng berbentuk kepala singa yang dikenal sebagai "Singa Barong", raja hutan, yang menjadi simbol untuk Kertabumi, dan diatasnya ditancapkan bulu-bulu merak hingga menyerupai kipas raksasa yang menyimbolkan pengaruh kuat para rekan Cinanya yang mengatur dari atas segala gerak-geriknya. Jatilan, yang diperankan oleh kelompok penari gemblak yang menunggangi kuda-kudaan menjadi simbol kekuatan pasukan Kerajaan Majapahit yang menjadi perbandingan kontras dengan kekuatan warok, yang berada dibalik topeng badut merah yang menjadi simbol untuk Ki Ageng Kutu, sendirian dan menopang berat topeng singabarong yang mencapai lebih dari 50 kg hanya dengan menggunakan giginya . Populernya Reog Ki Ageng Kutu akhirnya menyebabkan Kertabumi mengambil tindakan dan menyerang perguruannya, pemberontakan oleh warok dengan cepat diatasi, dan perguruan dilarang untuk melanjutkan pengajaran akan warok. Namun murid-murid Ki Ageng kutu tetap melanjutkannya secara diam-diam. Walaupun begitu, kesenian Reognya sendiri masih diperbolehkan untuk dipentaskan karena sudah menjadi pertunjukan populer diantara masyarakat, namun jalan ceritanya memiliki alur baru dimana ditambahkan karakter-karakter dari cerita rakyat Ponorogo yaitu Kelono Sewondono, Dewi Songgolangit, and Sri Genthayu.

Versi resmi alur cerita Reog Ponorogo kini adalah cerita tentang Raja Ponorogo yang berniat melamar putri Kediri, Dewi Ragil Kuning, namun ditengah perjalanan ia dicegat oleh Raja Singabarong dari Kediri. Pasukan Raja Singabarong terdiri dari merak dan singa, sedangkan dari pihak Kerajaan Ponorogo Raja Kelono dan Wakilnya Bujanganom, dikawal oleh warok (pria berpakaian hitam-hitam dalam tariannya), dan warok ini memiliki ilmu hitam mematikan. Seluruh tariannya merupakan tarian perang antara Kerajaan Kediri dan Kerajaan Ponorogo, dan mengadu ilmu hitam antara keduanya, para penari dalam keadaan 'kerasukan' saat mementaskan tariannya .

Hingga kini masyarakat Ponorogo hanya mengikuti apa yang menjadi warisan leluhur mereka sebagai pewarisan budaya yang sangat kaya. Dalam pengalamannya Seni Reog merupakan cipta kreasi manusia yang terbentuk adanya aliran kepercayaan yang ada secara turun temurun dan terjaga. Upacaranya pun menggunakan syarat-syarat yang tidak mudah bagi orang awam untuk memenuhinya tanpa adanya garis keturunan yang jelas. mereka menganut garis keturunan Parental dan hukum adat yang masih berlaku.





BAB III

PEMBAHASAN

Ini soal kesenian yang terlanjur dicap berbau mistis ini, upaya pelestarian dan pemulihan melalui festival rutin tahunan terkadang justru mengorbankan kemurnian dan kekhasan kesenian itu sendiri. Padahal unsur mistis, justru merupakan kekuatan spiritual yang memberikan nafas pada kesenian Reog Ponorogo. Banyak hal yang terkesan mistis dibalik kesenian Reog Ponorogo. Warok misalnya, adalah tokoh sentral dalam kesenian ini yang hingga kini menyimpan banyak hal yang cukup kontroversial. Tidak sedikit orang yang menganggap profil warok telah menimbulkan citra kurang baik atas kesenian ini.

Warok adalah pasukan yang bersandar pada kebenaran dalam pertarungan antara yang baik dan jahat dalam cerita kesenian reog. Warok Tua, adalah tokoh pengayom, sedangkan Warok Muda adalah warok yang masih dalam taraf menuntut ilmu. Kendati demikian, kehidupan warok sangat bertolak belakang dengan peran yang mereka mainkan di pentas. Konon warok hingga saat ini dipersepsikan sebagai tokoh yang pemerannya harus memiliki kekuatan gaib tertentu. Bahkan tidak sedikit cerita buruk seputar kehidupan warok, seperti pendekatannya dengan minuman keras dan dunia preman.
Untuk menjadi warok, perjalanan yang cukup panjang, lama, penuh liku dan sejuta goda. Paling tidak itulah yang dituturkan tokoh Warok Ponorogo, Mbah Wo Kucing. Untuk menuju kesana, harus menguasai apa yang disebut Reh Kamusankan Sejati, jalan kemanusiaan yang sejati. Warok Tua, sampai sekarang masih mendapat tempat sebagai sesepuh di masyarakatnya. Kedekatannya dengan dunia spiritual sering membuat seorang warok dimintai nasehatnya atas sebagai pegangan spiritual ataupun ketentraman hidup. Petuah yang disitir seorang warok tua sebenarnya sudah sering didengar namun kata-kata yang keluar dari mulutnya seolah bertenaga.

Dulunya warok dikenal mempunyai banyak gemblak, yakni lelaki belasan tahun yang kadang lebih disayangi ketimbang istri dan anaknya. Memelihara gemblak adalah tradisi yang telah berakar kuat pada komunitas seniman reog. Seolah menjadi kewajiban setiap warok untuk memelihara gemblak agar bisa mempertahankan kesaktiannya. Apalagi ada kepercayaan kuat di kalangan warok, hubungan intim dengan perempuan bahkan dengan istri sendiri, bisa menjadi pemicu lunturnya seluruh kesaktian. Saling mengasihi, menyayangi dan berusaha menyenangkan adalah ciri khas relaksi khusus antara gemblak dan waroknya.

Sebegitu jauh persepsi buruk atas warok yang diakui mulai dihilangkan. Upaya mengembalikan citra kesenian ini dilakukan secara perlahan-lahan. Profil warok saat ini misalnya mulai diarahkan kepada nilai kepimpinan yang positif dan menjadi panutan masyarakat. Termasuk pula memelihara gemblak yang kini semakin luntur. Gemblak yang biasa berperan sebagai penari jatilan, kini perannya digantikan oleh remaja putri. Padahal dulu-dulunya kesenian ini tampil tanpa seorang wanita pun.

Seorang pembarong, harus memiliki kekuatan ekstra. Dia harus mempunyai kekuatan rahang yang baik, untuk menahan dengan gigitannya beban darak merak yakni sebentuk kepala harimau dihiasi ratusan helai bulu-bulu burung merak setinggi dua meter yang beratnya bisa mencapai 40-an kilogram selama masa pertunjukan.
Sekali lagi kekuatan gaib sering dipakai pembarong untuk menambah kekuatan ekstra ini. Semisal, dengan cara memakai susuk, di leher pembarong. Untuk menjadi pembarong tidak cukup hanya dengan tubuh yang kuat.

Seorang pembarong pun harus dilengkapi dengan sesuatu yang disebut kalangan pembarong dengan wahyu. Wahyu inilah yang diyakini para pembarong sebagai sesuatu yang amat penting dalam hidup mereka. Bila tak diberkati wahyu, tarian yang diperagakan seorang pembarong akan tampak tidak enak dan tidak pas untuk ditonton.
Semula banyak orang tua di Ponorogo khawatir, akan kelangsungan kesenian khas Ponorogo ini. Pasalnya kemajuan jaman akan membuat pemuda di Ponorogo tidak akan mau lagi ikut berreog. Apalagi menjadi pembarong.

Namun kini telah banyak lahir pembarong muda, yang sedikit demi sedikit meninggalkan hal-hal yang berbau mistis. Mereka lebih rasional. Seorang pembarong, harus tahu persis teori untuk menarikan dadak merak. Bila tidak, gerakan seorang pembarong bisa terhambat dan mengakibatkan cedera.

Setiap gerakan semisal mengibaskan barongan ada aturan bagaimana posisi kaki, gerakan leher serta tangannya. Biasanya seorang pembarong tampil pada usia muda dan segar. Menjelang usia 40-an tahun, biasanya kekuatan fisik seorang pembarong, mulai termakan dan perlahan dia akan meninggalkan profesinya.

Saat ini, banyak pembarong yang menyangkal penggunaan kekuatan gaib dalam pementasan namun sebenarnya kekuatan gaib adalah elemen spiritual yang menjadi nafas dari kesenian ini. Sama halnya dengan warok, kini pun persepsi pembarong digeser. Lebih banyak dilakukan dengan pendekatan rasional.

Seni Reog Ponorogo terdiri dari beberapa rangkaian 2 sampai 3 tarian pembukaan. Tarian pertama biasanya dibawakan oleh 6-8 pria gagah berani dengan pakaian serba hitam, dengan muka dipoles warna merah. Para penari ini menggambarkan sosok singa yang pemberani. Berikutnya adalah tarian yang dibawakan oleh 6-8 gadis yang menaiki kuda. Pada reog tradisionil, penari ini biasanya diperankan oleh penari laki-laki yang berpakaian wanita. Tarian ini dinamakan tari jaran kepang, yang harus dibedakan dengan seni tari lain yaitu tari kuda lumping. Tarian pembukaan lainnya jika ada biasanya berupa tarian oleh anak kecil yang membawakan adegan lucu. Setelah tarian pembukaan selesai, baru ditampilkan adegan inti yang isinya bergantung kondisi dimana seni reog ditampilkan. Jika berhubungan dengan pernikahan maka yang ditampilkan adalah adegan percintaan. Untuk hajatan khitanan atau sunatan, biasanya cerita pendekar. Adegan dalam seni reog biasanya tidak mengikuti skenario yang tersusun rapi. Disini selalu ada interaksi antara pemain dan dalang (biasanya pemimpin rombongan) dan kadang-kadang dengan penonton. Terkadang seorang pemain yang sedang pentas dapat digantikan oleh pemain lain bila pemain tersebut kelelahan. Yang lebih dipentingkan dalam pementasan seni reog adalah memberikan kepuasan kepada penontonnya. Adegan terakhir adalah singa barong, dimana pelaku memakai topeng berbentuk kepala singa dengan mahkota yang terbuat dari bulu burung merak. Berat topeng ini bisa mencapai 50-60 kg. Topeng yang berat ini dibawa oleh penarinya dengan gigi. Kemampuan untuk membawakan topeng ini selain diperoleh dengan latihan yang berat, juga dipercaya diproleh dengan latihan spiritual seperti puasa dan tapa.

Dengan semakin berkembangnya jaman maka sesuatu persepsi buruk yang dipercaya oleh masyarakat dalam suatu kesenian tradisional khususnya seni tradisional Reg Ponorogo dapat diubah secara pelahan dengan menghilangkan dan atau menambahkan suatu nilai baru dalam seni Reog Ponorogo yang telah ada sehingga mampu mengubah dan menampilkan suatu seni tradisonal (seni Reog Ponorogo) yang mempunyai nilai kebaikkan secara utuh. Nilai kebaikkan secara utuh ini disesuaikan dengan nilai-nilai sosial yang timbul termasuk didalamnya adalah nilai-nilai religi (agama) yang berkembang dalam masyarakat Kabupaten Ponorogo secara khusus dan masyarakat Indonesia secara umum. Hal ini dapat ditinjau dari perubahan- perubahan penyajian seni Reog Ponorogo, yaitu :

1. Gemblak yang biasa berperan sebagai penari jatilan, kini perannya digantikan oleh remaja putri. Padahal dulu-dulunya kesenian ini tampil tanpa seorang wanita pun. Ini bertujuan untuk menghilangkan persepsi buruk terhadap Warok “yang dulunya dikenal mempunyai banyak Gemblak (yakni lelaki belasan tahun yang kadang lebih disayangi ketimbang istri dan anaknya).

2. Persepsi mistik terhadap kekuatan pembarong, yang dulunya didasarkan terhadap wahyu dan kekuatan mistis kini telah mulai berubah dengan mempelajari tehnik dalam dan teori untuk menarikan dadak merak sehingga pembarong mampu menggerakkan dadak merak dengan indah tanpa mengakibatkan cedera.




BAB IV

KESIMPULAN

1. Reog merupakan salah satu seni tari tradisional yang berasal dari Ponorogo, mempunyai nilai – nilai dalam kehidupan :

  1. Nilai mistis karena adanya kekuatan gaib adalah elemen spiritual yang menjadi nafas dari kesenian ini.
  2. Menjunjung tinggi nilai kebenaran, adanya pertarungan antara Warok yang baik dan jahat dalam cerita kesenian reog.

2. Bahwa seni Reog Ponorogo merupakan bagian dari ilmu pengetahuan dalam bidang kebudayaan, dimana dalam penciptaanya merujuk pada kehidupan sosial yang berkembang dalam masyarakat Kabupaten Ponorogo.

3. Bahwa perubahan sosial masyarakat mampu untuk mengubah nilai kesenian tradisional Reog Ponorogo menjadi suatu kesenian yang mempunyai nilai kebenaran dan kebaikkan secara utuh dan bisa dijelaskan secara rasional.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ahmad Kurnia , Pengertian Seni Secara Umum dan Sejarahnya , Media Sastra Indonesia dalam http://www.sastra-indonesia.com/2009/01/ijtihad-gender-dalam-keluarga-muslim/

2. Edy Prihantoro,SS.,MMSI, Mata Kuliah Masyarakat & Kesenian Indonesia 1,Universitas Gunadarma, http://edipri.staff.gunadarma.ac.id / Downloads / files/ 7186/Konsep+Seni.ppt.

3. Prof. Muhammad Jazuli, Silabus Matakuliah sosiologi Seni, http://muhammadjazuli.wordpress.com/, 12 September 2008

4. Suryati Eko Putro, SE, MM, Hand Out Ilmu Sosial & Budaya Dasar (ISBD), Universitas Tehnologi Surabaya, 2005



[1] Prof. Muhammad Jazuli, Silabus Matakuliah sosiologi Seni, http://muhammadjazuli.wordpress.com/, 12 September 2008

[2] Ahmad Kurnia , Pengertian Seni Secara Umum dan Sejarahnya , Media Sastra Indonesia dalam http://www.sastra-indonesia.com/2009/01/ijtihad-gender-dalam-keluarga-muslim/

[3] Edy Prihantoro,SS.,MMSI, Mata Kuliah Masyarakat & Kesenian Indonesia 1,Universitas Gunadarma, http://edipri.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/7186/Konsep+Seni.ppt.

[4] Suryati Eko Putro, SE, MM, Hand Out Ilmu Sosial & Budaya Dasar (ISBD), Universitas Tehnologi Surabaya, 2005

No comments:

Post a Comment

Followers